DUNIA KATJA
“Jadi kita ke mana nih, Pri?”
“Ada, satu tempat buku indie gitu, Ca... rekomendasi teman gue, nyaman
banget buat lama-lama katanya. Suka rutin ada malam puisi gitulah di sana,
nonton film atau bedah buku, gitu.”
Katja pasrah dibawa oleh Prisma ke daerah Jakarta
yang tidak diketahuinya, melalui beberapa jalan potong yang syukurnya pas
memuat mobil Prisma sampai mereka tiba pada sebuah gang di seberang sebuah SMK
swasta.
“Kita parkir sini saja, ya. Buat ke tempatnya mesti masuk gang tadi”,
kata Prisma.
“Lo kok hafal, Pri?”
“Survei dulu lah sebelum nganter anak orang.”
Katja dan Prisma memasuki sebuah gang, berbelok ke
sebelah kiri, melewati beberapa toko dan kedai teh, kemudian di sanalah sebuah
tangga akan mengantarkan pengunjung pada sebuah toko buku.
Anak-anak tangga dirancang menyerupai punggung buku,
“Ini dia, Ca!”. Prisma sudah ada di depan pintu, tak sadar bahwa Katja masih
naik perlahan pada satu anak tangga ke lainnya, membaca judul buku yang
diantaranya familiar untuknya.
The Curious Incident of the Dog
in the Night-Time │ Mark Haddon
Eat Pray Love │ Elizabeth Gilbert
Moby Dick │ Herman Melville
Five on a Treasure Island │ Enyd Blyton
Charlie and the Chocolate
Factory │ Roald Dahl
Sampailah Katja di depan tempat buku ini, Kelana, pada sebuah plang bundar
dikelilingi cahaya lampu-lampu kecil serupa kunang-kunang. Katja menyunggingkan
senyum dengan mata berbinar. Saat itu juga, Prisma tahu ia tidak salah mengajak
Katja ke sana.
*
Katja dan Prisma disambut oleh mbak-mbak beramput
pendek keriting yang tersenyum ramah,
“Halo!”, sapanya.
“Halo...”, jawab Katja dan Prisma kompak dengan sama canggungnya.
“Baru pertama kali ke Kelana?”,
tanya mbak keriting.
“Saya nganterin dia, Mbak,” kata Prisma sambil sedikit mendorong Katja
yang malu-malu, “Teman saya ini yang suka baca”.
“Duh... baik sekali masnya mau nganterin,” goda si mbak keriting, “Ok,
untuk tas sama alas kaki disimpan di loker, ya. Kalau untuk sepatu atau
sandalnya bisa di rak pojok sana. Ada beberapa rules, silakan dibaca dulu di depan lorong situ. Baiklah, enjoy your evening!”, antar si mbak
keriting.
Setelah menyimpan tas pada loker, Katja menyusul Prisma pada rak
sepatu.
“Cuci kaki dulu, Ca!”, Katja keheranan mendengar perintah Prisma.
Di samping rak sepatu, ada tempat kecil dengan keran yang pada
temboknya tertulis sebuah anjuran: ‘Cucilah kakimu (kalau merasa bau)’.
Katja menepuk punggung Prisma, “Lo sana yang cuci kaki!”
Pada lorong sebelum masuk ke ruang buku-buku,
terdapat sebuah ilustrasi komik memuat asal mula terbentuknya Kelana yang
berawal dari dua sahabat yang sama-sama hobi baca buku dan nonton. Dari
ilustrasi singkat tersebut, tercerahkanlah bahwa mbak berambut pendek keriting
tadi adalah salah satu pemilik Kelana, namanya Uci, Mbak Uci.
Di bawah ‘sejarah’ Kelana, ada papan berisi sejumlah
rules saat membaca atau menyewa di Kelana:
- Tas
disimpan di loker, sepatu di rak (cuci kaki bila kamu khawatir bikin orang lain
cepat-cepat ingin pergi).
- Pilih
tempat baca yang paling nyaman buatmu, siapa cepat, dia dapat. Jangan berebut,
kecuali rela mau berbagai. Saling menghargai, ya!
- Buku dibagi dalam kategori masing-masing yang sudah ditulis pada rak. Kalau sudah selesai baca, dikembalikan pada rumahnya kembali, ya! Jika ingin lanjut sewa, silakan baca ketentuan & syarat berikutnya di meja depan.
Nikmati
setiap waktumu dan selamat berkelana!
*
Katja dan Prisma memasuki lorong menuju ruang baca
dengan pencahayaan lampu kuning yang hangat, berderet-deret buku terpampang,
dibagi dalam nonfiksi dan fiksi berikut pecahannya masing-masing.
Di tengah-tengah ruang, karpet tergelar dengan
beberapa bean bag untuk tempat selonjoran
membaca. Pada pojok-pojok ruangan, ada juga meja dan kursi untuk tempat
berdiskusi. Beberapa orang ada di sana, tak terlalu penuh, bisa mencari suatu
sudut favorit dengan leluasa.
“Ca...”, Prisma menunjuk suatu sofa lebar yang terpasang pada rak lebih
tinggi, mirip-mirip tempat tidur tingkat, di belakangnya lemari-lemari berisi
penuh buku.
Katja tersenyum amat lebar, memejamkan mata sebentar dan menghirup
dalam-dalam,
“Bau buku, Priiii!”, katanya syahdu.
“Duduk di sana, mau?”, Prisma bertanya tentang sofa tingkat itu.
“Mau... mau... Gue lihat-lihat buku, ya? Lo nggak ambil bacaan apa,
gitu?”, tanya Katja.
“Gampang... gue duduk dulu aja, nunggu lo.”
Katja berkelana pada bagian fiksi tentu saja,
menyentuh deretan punggung-punggung buku, ia menelusuri bagian fantasi dan
tangannya berhenti pada sebuah buku yang membuat Katja nyaris terpekik. Unnatural Creatures – Neil Gaiman, salah
satu pengarang favoritnya. Katja mempunyai buku itu dengan edisi berbeda, ia tersenyum lebar yang
entah sudah ke berapa kali sejak kedatangannya di Kelana. Ia ambil buku itu dan
menyusul Prisma.
Prisma melihat buku pilihan
Katja dan tidak memiliki ide apa pun tentang buku itu,
“Buku apa itu, Ca? Unnatural Creatures...”, tanya Prisma melafalkan judul.
“Kumpulan cerpen favoritnya Neil Gaiman tentang...
makhluk-makhluk fantasi gitu, Pri. Hmmm,
lo pernah nonton Coraline, film
animasi?”
“Bentar... bentar...,” Prisma
berpikir sejenak,” yang... tokohnya anak cewek, rambut pendek, warna biru itu
bukan, sih?”
“Iya yang itu! Tentang anak yang baru pindah rumah,
terus menceritakan hubungan dia dengan ibunya yang kebanyakan berantemnya,
terus dia nemu lorong rahasia gitu menembus semacam dunia paralel dengan
kehidupan yang mirip sama hidupnya, tapi ̶
”
“Orang-orangnya mata kancing semua?”
Katja mengangguk antusias, “Yup! Nah, film itu adaptasi dari novel
karangan Neil Gaiman ini. Dia rerata emang nulis genre fantasi gitu. Gue baca
beberapa novel dan kumcernya, Pri. Salah satu penulis favorit guelah.”
Prisma mengangguk-angguk
mendengar penjelasan Katja, sebegitunya Katja berbinar, kalau bukan karena
makanan enak, ya karena buku.
“Lo lebih senang baca novel atau kumcer, Ca?”
“Hmmm...
sulit. Cerpen, sih. Cerpen itu ibarat slice
of life aja, menggambarkan sekilas cerita kehidupan, kadang ending-nya nggantung aja gitu, kayak nggak ada kesimpulan, tapi nggak jarang
sering kasih efek mind blowing juga.
Dan dalam suatu kumpulan cerpen, lo bisa banyak dapat cerita, kayak lo ketemu
sama orang-orang yang berbeda dengan secuil cerita dari masing-masing orang”.
“Masih suka nulis, Ca?”, pertanyaan Prisma yang
membuat pipi Katja sedikit memerah.
“Ngg... ak”,
jawab Katja.
Sebelum Prisma bertanya lebih
lanjut, Katja mengalihkan pembicaraan,
“Kalo lo sukanya baca apa, Pri?”
“Lo kan tau dari dulu I’m not into reading, Ca, lebih suka film sih. Tapi, I’d love to hear a story from you, lho
Ca”.
Katja merengut sebentar kemudian
menyengir, teringat satu cerita dari buku kumpulan cerita yang ia pilih.
“Nama restoran tempat lo gawe apa, Pri?”
“Epicurean,
kenapa?”
“Di sini ada satu cerita tentang satu kelompok
pecinta kuliner yang tergabung dalam The
Epicureans Club. Pas cerita ini ditulis oleh Gaiman sendiri, judulnya Sunbird. Gue ceritain?”
“Siap menyimak Katja the Storyteller!”.
*
Suatu
hari duduklah mereka, anggota The Epicurean
Club, memusingkan hal yang sangat memengaruhi keberlanjutan eksistensi klub
mereka itu, mau makan apa lagi mereka?
Sedangkan
sepertinya semua jenis makanan sudah mereka santap dan nikmati. Ok, sebelum
kita berlanjut, kenalan dulu satu-satu dari member The Epicurean ini:
Augustus
TwoFeathers McCoy, ketua klub, pewaris klub dari ayahnya, kakeknya, sampai
kakek buyutnya. Kalau ada kata selain gemuk, tambun, bongsor, mungkin itulah
kata yang bisa menggambarkan Augustus. Ia benar-benar memiliki dua bulu seperti
TwoFeathers pada namanya. Terselip
pada ikatan rambut, satu perak, satunya lagi emas— pada masanya karena kini
hanya tampak seperti putih dan kuning. Lusuh.
Professor
Mandalay, sang ilmuwan yang jangan dulu meremehkan tampilan fisiknya: kecil, ringkih,
abu-abu▬ nyaris serupa hantu. Kadang kau tak menyadari keberadaannya maupun
kepergiannya. Namun, isi otaknya dipenuhi segala macam pengetahuan. Ia si
pencatat rasa makanan-makanan yang sudah dinikmati The Epicurean Club. Sebut satu jenis makanan, maka ia akan buka
ensiklopedia rasa dari otak encernya.
Virginia
Boote, satu-satunya wanita dalam klub ini. Penikmat hidangan mewah, kritikus
restoran yang (dulu) begitu anggun dan memesona, tapi kini jatuh dalam
kekacauan dan sangat bangga akan kekacauannya tersebut. Hobi bersenandung,
bernyanyi, dan bermain backgammon.
Jackie
Newhouse, lelaki muda perlente, pewaris dari Giacomo Casanova sang gourmand dan violis. Jackie mewarisi
pendahulunya sebagai penikmat hidangan surgawi dan violis handal.
Dan
terakhir, Zebediah T. Crawcrustle, satu-satunya anggota The Epicurean Club yang miskin. Ia sebenarnya pernah kaya, tapi
tidak menikmati kekayaannya dan lebih memilih jadi gembel. Nomaden, tidur dan
berdiam diri di mana saja, dengan membawa sebotol minuman beralkohol, tanpa
penutup kepala, baju compang-camping, tetapi memiliki gigi runcing untuk
menyokong selera makannya yang tak biasa.
~
Sebut
satu makanan yang belum klub ini nikmati. Dari makhluk fantasi, seperti unicorn hingga hewan-hewan prasejarah,
seperti mammoth dan mastodon telah
mereka cecap.
Burung bangkai.
Kura-kura raksasa.
Dolphin fish (ya, lumba-lumba yang ikan, bukan mamalia).
Tikus mondok.
Lemur.
Merak.
Cumi (dari berbagai ukuran).
Bahkan,
badak sumatera, jadi mungkin The
Epicurean ini pernah mampir Indonesia.
Berdebatlah
mereka, bahwa belum semua jenis serangga mereka coba. Tetapi, bagi Virginia,
jika sudah mencicipi satu jenis serangga, maka semua spesies pun telah tersantap.
Augustus TwoFeathers McCoy pun tak bisa menemui rekam jejak dalam buku pedoman The Epicurean yang telah turun-temurun.
Lalu,
Zebedah T. Crawcrustle mengatakan bahwa ada satu binatang yang belum mereka
makan, hewan itu adalah Sunbird.
Binatang
apa itu Sunbird? Semua sisa anggta terheran. Tapi tentu saja, Prof Mandalay
pernah mendengar hewan itu, namun sejauh yang ia ketahui, Sunbird adalah hwan
imajiner.Jackie Newhouse juga meragukan ucapan Zebediah, tak pernah sekalipun
ia atau pendahulunya tahu tentang Sunbird. Augustus menggaruk kepala yang
mungkin saja dapat membantunya menemukan ingatan tentang Sunbird, tapi... ah! Tidak ia temui. Sedangkan, Virginia,
tanpa bertele-tele, langsung bertanya di mana mereka bisa menemukan Sunbird ini
bila mereka ingin mencobanya?
Sunbird
berasal dari Suntown yang berada di kota Kairo, Mesir. Zebediah T. Crawcrustle
merekomendasikan untuk pergi pada sore hari di tengah musim panas dan menginap
di rumah kerabatnya, Mustapha Stroheim, si pemilik kedai kopi sambil ia
mempersiapkan cara menghidangkan Sunbird.
Perdebatan
pun mulai bergulir, terutama Jackie Newhouse yang sepertinya memang selalu
menatap rendah Zebediah. Augustus pun kebingungan tentang biaya akomodasi
mereka meskipun ia sudah tahu siapa yang bakal mensponsori perjalanan itu.
Belum lagi jadwal mengajar Prof Mandalay yang begitu padat.
Akan
tetapi, apalah gunanya seorang profesor bila tidak memiliki asisten untuk
mengganti mengajar sementara, bukan? Dan, selalu saja Virginia yang langsung
pada inti permasalahan bertanya kapan mereka berangkat ke Suntown.
Maka,
diputuskanlah hari Minggu pada pekan sejak pertemuan itu dan meluangkan waktu
beberapa hari di sana untuk mempersiapkan penyajian Sunbird secara tradisional
oleh Zebediah T. Crawcrustle.
~
Dalam masa menunggu waktu keberangkatan,
satu per satu diantara para anggota Epicurean,
menemui Zebediah T. Crawcrustle untuk menyampaikan kegelisahan dan keraguan
masing-masing.
Augustus TwoFeathers McCoy datang bersama
putrinya, Holly, menemui Zebediah di sebuah taman. Zebediah sedang ngemilin
kunang-kunang saat itu. Augustus mengungkapkan bahwa perjalanan ke Suntown ini
rasa-rasanya begitu familiar untunya, namun ia tetap tak bisa menemukannya baik
dalam memori maupun buku pedoman The
Epicurean.
Buku pedoman yang sudah berusia lebih dari
40 tahun, mencantumkan Sunbird pada indeks halamannya, namun halaman tersebut
terbakar dan tak meninggalkan jejak apa pun. Zebediah hanya berkata bahwa
kebingungan memang akan selalu ada layaknya terbit-tenggelamnya matahari.
Jackie Newhouse datang bersama Prof
Mandalay yang menemukan Zebediah T. Crawcrustle di bagian belakang stasiun
kereta. Zebediah memakan arang lengkap dengan bara menyala, seperti trik
seorang penyembur api dalam pertunjukan sirkus. Baginya, arang dapat
membersihkan darah dan memurnikan jiwa.
Jackie merasa bahwa feeling-nya mengatakan sebaiknya perjalanan ini tidak dilaksanakan.
Di sisi yang lain, Prof Mandalay sebagai seorang akademisi tak memercayai
adanya suatu feeling, ia lebih heran
mengapa bila Sunbird ini begitu lezat, ia tak pernah mendengarnya, pun ia belum
pernah mengetahui bahwa ada tempat bernama Suntown di Kairo.
Dan seperti biasa, Zebedah tak terlalu
menggubris intuisi seorang Jackie dan sebaliknya Jackie semakin tak tahan
melihat selera makanan Zebediah, lalu memilih untuk pergi, sedangkan Prof
Mandalay tahu-tahu sudah tak ada, layaknya hantu.
Virginia tak sengaja bertemu Zebediah T.
Crawcrustle setelah keluar dari restoran yang ia ulas. Zebediah membawa botol
berisi cairan semacam spiritus. Ia meminjam korek api pada Virginia yang
kemudian diberikannya. Cairan itu menyala-nyala dan Zebediah meminumnya,
berkumur-kumur, lalu menyemburkannya, membakar koran-koran yang berserakan.
Bagi Virginia, kelakuan itu adalah cara sempurna untuk bunuh diri yang hanya
dibalas Zebediah dengan cengiran lebar.
Virginia adalah satu-satunya anggota yang
mengungkapkan antusiasmenya akan perjalanan ke Suntown. Perempuan itu sangat
penasaran, seperti apa kiranya kelezatan seekor Sunbird.
Lebih
bernutrisi daripada puyuh.
Lebih
lembut daripada kalkun.
Lebih
berlemak daripada burung unta, dan lebih sehat dibandingkan bebek.
Sekali
santap, takkan terlupa.
Begitu,
tutup Zebediah T. Crawcrustle.
~
Berangkatlah
mereka, The Epicurean, di hari Minggu sesuai kesepakatan. Hollyberry NoFeathers
McCoy melambai-lambaikan tangan, berpisah dengan sang ayah, Augustus
TwoFeathers McCoy, yang lagi-lagi merasa déjá
vu, mengingatkannya akan dirinya sendiri di masa lalu saat terakhir kali
berjumpa dengan sang ayah.
Mereka
menaiki pesawat perintis, pesawat yang lebih besar, balon udara, gondola,
hingga jeep saat sampai di Mesir. Mereka berlima disambut hangat oleh Mustapha
Stroheim, “Selamat datang di kahwa-ku!”.
Kahwa adalah kafe. Mereka pun
berleyeh-leyeh, meminta minuman sebagai pelepas dahaga dan beristirahat pada
kamar yang sudah disediakan. Kecuali, Zebediah T. Crawcrustle tentu saja yang lebih
memilih menggembel sambil mempersiapkan penyambutan hingga cara memasak
Sunbird.
Oleh
karenanya, Zebediah memperbaiki alat pembakaran yang ada pada halaman belakang
rumah Mustapha. Ia meminta Virginia untuk membeli bumbu dan rempah di
tengah-tengah kegiatannya bermain backgammon
bersama warga sekitar. Sementara itu, ketiga sisa anggota lainnya sibuk
berkegiatan masing-masing. Jackie Newhouse berteman dengan orang-orang baru
yang jatuh hati akan kenecisan dan kepiwaiannya dalam menggesek biola. Augustus
TwoFeathers McCoy berkelana entah ke mana, dan Prof Mandalay tetap berdedikasi
pada dunia pengetahuan dengan mempelajari huruf hieroglif.
~
Saat alat bakar telah berfungsi seperti
sedia kala, Zebediah menyiapkan sebuah ritual untuk mengundang kedatangan
Sunbird dengan menaburi kayu manis dan cendana pada arang di pembakaran dekat
pohon alpukat untuk menyambut kedatangan Sunbird. Ia meminta para anggota The Epicurean agar mengosongkan perut
mereka sehari sebelum hari penyantapan guna membangkitkan selera makan.
Dan,
Pada
hari yang ditunggu-tunggu...
Tampaklah
burung dengan sayap bergradasi ungu-emas-perak datang seolah muncul dari
matahari. Kau harus memicingkan matamu karena siapa yang bisa menatap matahari,
bukan?
Burung
itu mengepakkan sayap dengan anggun, meliuk sayap yang satu berkesinambungan
dengan sayap lainnya seperti gerakan tari yang membuat para penontonnya
berdecak dan seolah lupa cara bernapas.
Terkesima.
Harum
kayu manis dan cendana seakan membuat burung itu mabuk. Perlahan-lahan dengan
kepakan cantiknya, ia turun menuju undangan para The Epicurean di batang pohon alpukat, perlahan semakin turun dan
turun...
Seumpama
kalkun, namun lebih mungil.
Seumpama
ayam jago, namun lebih besar.
Memiliki
kaki yang jenjang layaknya bangau dengan kepala serupa elang
Sunbird,
dengan bulu emas-ungu-peraknya pada kepala.
Ia
membungkuk seolah memberi hormat.
Zebediah
T. Crawcrustle pun membalas bungkukan sebagai tanda hormat, lalu Sunbird
terkulai begitu saja dan Zebediah mengangkat burung itu hati-hati seperti
mendekap anak sendiri, melepaskan bulu di kepala Sunbird dan menyisihkannya.
Tampak tak asing bulu tersebut?
Tuak
Mesir tua yang tinggal sepertiga dalam botol dicampur dengan berbagai rempah
dan bumbu. Jinten. Ketumbar. Vanila. Lavender.
Sunbird
ditempatkan pada botol, lalu dibakar. Saat arang mengenainya, kilatan cahaya
bersinar, sekali lagi membuat mata harus menghindar untuk melihat.
“Sunbird
masak begitu cepat, siapkan piring kalian!”, begitu seru Zebediah pada lainnya.
Harum
lezat terkuak.
Lebih
berlemak dari merak.
Lebih
bernutrisi dari bebek.
Membuat
The Epicurean semua menelan liur
masing-masing.
~
Zebediah
T. Crawcrustle menyajikan potongan daging Sunbird di setiap piring anggota The
Epicurean, dan menuangkan saus panggang. Mereka berlima makan dengan tangan
mereka sendiri.
“Ini
sempurna!”
“Rasanya
seperti masa mudaku, seperti keabadian!”
“Rasanya
seperti cinta dan musik maestro, seperti kebenaran”
“Layaknya
matahari. Rasa paling paripurna yang pernah kucecap, dan aku sama sekali tak
menyesal akan hal ini, tapi nampaknya aku akan amat merindukan Holly”, komentar
Augustus mengikuti komentar-komentar lain Epicurean.
Prof
Mandalay mencatat semuanya pada buku pedoman Epicurean. Tekstur. Rasa. Bumbu, serta testimoni-testimoni dari
anggota lain. Sementara tangan lainnya menyantap Sunbird dengan lahapnya.
Namun.
Semakin
dimakan, panas semakin menjalar pada sistem pencernaan mereka. Zebediah
bersikap tenang dan mengatakan bahwa untuk memakan Sunbird memang dibutuhkan
persiapan yang cukup, seperti memakan arang, cairan spiritus, serta
kunang-kunang. Jika tidak demikian, maka si penyantap akan terbakar begitu
saja. Zebediah terus makan dan sekilas sinar keperakan mengilat-ngilat di
sela-sela giginya.
Satu
per satu diantara mereka mulai terbakar. Jari jemari kemudian menjalar pada
seluruh tubuh. Di situlah Augustus baru teringat bahwa cara seperti inilah yang
membuat para leluhurnya tiada dan ia menyesalkan mengapa baru sekarang ia ingat
akan hal itu.
“Ketika
waktu berlalu dan terbakar, memori di dalamnya akan datang kembali”, begitu
terang Prof Mandalay yang tampak lebih solid daripada biasanya dan ia tersenyum
sambil menutup buku pedoman yang sedikit terbakar.
Sebelum
berpisah, Jackie Newhouse mengkritik saus panggang sebagai pelengkap Sunbird
yang dirasa kurang sedikit cuka. Dan Zebediah tak mengabaikannya seperti yang
sudah-sudah.
Virginia
Boote berterima kasih dan tak bisa menutupi betapa menyenangkannya pengalaman
menyantap Sunbird alias burung phoenix.
Phoenix dari Heliopolis, burung yang
ketika mati dalam abu dan lidah api akan terlahir kembali, demikian dari
generasi ke genarasi.
Udara
semakin panas, telur saja akan matang bila terpapar. Keempat anggota The Epicurean telah pergi meninggalkan
seorang pria dengan rambut berwarna lebih gelap dan gigi yang jauh lebih bersih,
bercelemek “Kiss The Cook”, Zebediah T. Crawcrutle, yang sibuk menjilati
sisa-sisa hidangannya seakan tak ingin berpisah dengan kelezatan dan peremajaan
yang didapatkannya. Zebediah mengambil bulu emas dan perak yang disisihkannya
di awal.
Dan,
pada sisa tulang di arang, lahirlah seekor burung ungu keemasan yang mencari
tapak untuk berdiri.
Menatap
matahari seolah melihat orang tua sendiri.
Ia
kembangkan sayap emas mungilnya.
Mencari
keseimbangan.
Dan
ketika siap,
terbanglah
ia pada cahaya hangat di ujung sana yang seakan membentang tangan siap memeluk.
~
Hollyberry
TwoFeathers McCoy adalah ketua klub The
Epicurean turun-temurun dari ayahnya. Ia memang mempunyai dua bulu seperti
pada namanya yang pada masanya merupakan warna emas dan perak yang berkilau,
kini kumal dimakan zaman.
Holly dan
para anggota Epicurean lain
menggerutu, kehabisan ide tentang makanan apa lagi yang dapat mereka santap.
~
“Tamat, Pri”, tutup cerita Katja
sambil menunjukkan di akhir halaman cerita Sunbird, “Lihat nih, for HMG – a belated birthday present,
manis banget nggak sih?”
Prisma tersenyum, “Ceritanya... memang
agak-agak absurd... nyentrik gitu ya. Manis bener tapi, harapannya terus muda
kayak Zebediah kali ya. Tapi kalau dia tahu bahwa makan Sunbird itu butuh
persiapan, kok nggak kasih tahu yang lain, sih?”
“Kalau lo bisa muda terus, emang lo
mau bagi-bagi?”
“Kok jadi serius sih, Ca?”
“Lah, lo nanya!”, dan mereka tertawa
bersama.
“You’re
a good storyteller, lho Ca. Dengan ke-lebay-an
lo itu, haha. Dari dulu selalu senang kalau lo cerita abis selesai satu buku ke
gue”.
Dan beberapa memori di masa lalu
hinggap mampir pada pikiran Katja, “When
the years burn, the memories of those years come back, gitu kalau kata Prof
Mandalay”, kutip Katja, “Hmmm... Pri
udah mau ma—“
“Jangan pulang dulu, Ca... Please.”
“Terus, mau ke mana lagi memang?”
Prisma berpikir sejenak dan tak kunjung satu
ide pun muncul. Katja tersenyum,
“Ya udah... keliling-keliling Jakarta yuk,
rela bensinnya berkurang banyak buat gue yang jarang banget ke ibu kota nggak,
nih?”
“Rela banget!”, jawab Prisma.[*]
16.35
di rumah
KatjaPrisma
#8 ditulis dari 27 Des 2018 – 2 Maret 2019.
Kebanyakan
di rumah, nyelip-nyelip di kantor dan McD.
Terima
kasih banyak pada sumber-sumber inspirasi:
- Gaiman, Neil.2014.Unnatural Creatures: Stories Chosen by Neil Gaiman. London: Bloomsburry Publishing. (Sunbird oleh Neil Gaiman, halaman 75-106, diceritakan kembali dengan karakter Katja)
- Ilustrasi Puuung! yang jadi inspirasi spot di Kelana
Link part sebelumnya:
Comments
Akhirnya aku baca KatjaPrisma. lagiii.. aciih yaa Ish
ditunggu part terakhir yaa :D