KatjaPrisma #7

DUNIA PRISMA

Tibalah Katja dan Prisma di suatu restoran bernama Epicurean di mana Prisma bertugas sebagai PR restoran fine dining itu. Dari luar, restoran itu terkesan biasa-biasa saja. Sengaja memang, kata Prisma bercerita selama di perjalanan tadi, tidak ingin terlalu mencolok agar tidak ada tamu yang sembarang lewat memasuki tempat itu. Epicurean hanya menerima tamu berdasarkan reservasi terlebih dahulu.

"Terus... kok gue bisa makan di sana sekarang?", tanya Katja heran.
"Ya makannya sama siapa dulu dong..."
"Sombong...!"

Ketika masuk ke dalamnya, nuansa Epicurean seperti rumah yang nyaman untuk ditinggali. Mulai dari dekorasi menyerupai ruang tamu, ruang TV, ruang makan, balkon, hingga ruang perpustakaan, satu sudut yang membuat Katja terpaku dan berjalan menujunya, membuat kata-kata dari Prisma hanya terdengar sambil lalu.

"Ca, gue interview dulu di living room, ya. Enjoy the atmosphere dulu aja, Ca...", Prisma hanya tersenyum simpul, tahu ke mana temannya itu pergi.

Kurang lebih satu jam Katja menunggu Prisma selesai diwawancarai. Agak bosan karena nyatanya buku-buku dalam ruang perpustakaan itu hanya imitasi saja. 

'Seharusnya kalau memang mau mengesankan homy ya... pakailah buku-buku sungguhan, tapi... ini tempat makan sih, bukan tempat baca', Katja bicara hanya dengan pikirannya sendiri.

Katja melihat Prisma dengan setelan kemeja berompinya itu. Rapi sekali. Begitu nikmat saat kamera mengambil gambarnya menyantap menu andalan Epicurean, U.S. Prime Steak Tenderloin ditemani segelas wine. Berbicara mengarah pada kamera, mempersuasi orang-orang untuk reservasi kedatangan agar siap menikmati kemewahan cita rasa tetapi tetap terasa seperti di rumah sendiri. 

Prisma begitu metropolis, pikir Katja. Untunglah Katja mengenal Prisma sedari masa sekolah. Seklimis dan seelegan apa pun Prisma di depan kamera itu, tetap Katja masih melihat seorang anak laki-laki berseragam putih-merah yang bahkan bicara di depan kelas saja bisa membuatnya panas dingin. Katja menghela nafas panjang, tersenyum bangga sekaligus rindu. Rindu akan Prisma yang lebih membumi dahulu.

"Sorry lama ya, Ca..."
"Nggak apa-apa, Pri. Asal ditraktir, gue rela nunggu."
Prisma mendelik sebal, "Jadi... kayaknya lo udah milih ruangan buat kita makan, nih?"

Keduanya tersenyum dan Katja mengangguk antusias.

***

"Sekarang... makan menu andalan nih kita?", tanya Katja.
"Buat lo yang lebih special dong, Ca. Epicurean baru mencoba teknik masak baru yang akan memberikan experience yang tak terlupakan dari appetizer, main course, sampai dessert", kata Prisma yang tampaknya masih terbawa image saat wawancara tadi.
"Oooo...key", Katja sedikit bingung, banyak penasaran menunggu kesan tak terlupakan itu.

Seorang waitress datang membawa sepinggan berisi churros ditemani gelas kecil berisi... busa? Katja mengerutkan kening, Churros?? Donat ala spanyol yang bisa dibeli di foodcourt mall itu?, pikirnya.

"Enjoy your appetizer, Ca", Prisma mempersilakan dengan sumringah.
"Ini... churros, Pri?"
"Makan Ca, jangan banyak bicara."

Katja mengambil pisau dan garpu, sedikit ragu. Lidahnya bahkan serasa sudah bisa mengecap gurih-gurih manis churros itu. Saat Katja menggigit secuil kecil churros, memang rasa gurih yang dikecapnya, tapi bukan rasa gurih seperti donat, melainkan terasa asin... terasa ada bawang daun pula, dan... lebih kenyal?
Prisma nyengir melihat ekspresi Katja yang kebingungan,

"Coba dioles ke foam-nya itu, Ca", Prisma menunjuk gelas kecil yang menemani churros itu.

Menurutlah Katja, mengoles churros rasa aneh itu ke busa yang nampak seperti busa sabun saja. Katja kunyah ragu-ragu, kini rasa gurih asin kenyal itu bercampur dengan rasa asam berpadu pedas dan meninggalkan manis gula merah di akhirnya. Mata Katja perlahan membesar, seakan mulai mengenal rasa yang begitu familiar untuknya.

"Pri. Ini. Churros... rasa rujak cireng?", Katja bertanya setengah berbisik.
"Gimana, Ca... sensasi makan hasil teknik molecular gastronomy?", Prisma tidak henti-hentinya menyengir lebar.

Katja termangu lama, molecular gastronomy, teknik masak yang tercipta akibat mempelajari bahan pangan hingga ke bagian molekul terkecilnya itu. 

Mulut Katja hanya menggerakkan kata Waw tanpa mengeluarkan suara sepelan pun.

***

Katja masih begitu takjub akan appetizer churros tadi. Serasa churros dengan filling cireng, what...

"Gimana, Ca udah kenyang?"
"Perut gue nggak berasa makan, Pri. Kayaknya mata gue yang ngerasa lebih kenyang. Gimana sih... Lo lihat churros, tapi yang masuk cireng, haha. Lagian gue kalau makan cireng biasanya sepuluh biji, Pri", Prisma tertawa mendengar komentar Katja.

Tidak begitu lama untuk Katja menunggu menu utama dihidangkan. Hanya sempat minum beberapa teguk air putih untuk menetralisir, yang datang sepiring besar berwarna hitam berisi... dua cabai merah ukuran besar dan nasi berbentuk bulat seperti pingpong di sampingnya.

Prisma sangat menikmati ekspresi Katja yang lebih kelihatan terkejut daripada tergugah selera laparnya. Katja melihat Prisma, dengan gerakan tangannya Prisma mengajak Katja untuk sama-sama menikmati hidangan yang tersaji di depan mereka. 

Begitu Katja memotong cabai itu dan memakannya, ada sensasi juicy yang segera menyeruak di dalam mulut. Sepotong dua potong Katja makan kembali, otaknya bisa mengenali kalau rasa itu adalah rasa daging... yang sangat empuk.

"Daging... Pri?"
"Daging apa?"
"Ayam...?"
"Bebek, Ca... Selamat menikmati Bebek Penyet"

Mata Katja membelalak, mengunyah kembali cabai itu mencoba meraba-raba rasanya,
"Oh... ya... bebek", Katja geli sendiri, "Terus, nasi bentuk bola ini apa?"
"Apa coba?"

Katja mencicipi secuil bola itu, mengecap-ngecapkan lidahnya, dahinya berkerut, berpikir keras,
"Na...si?"
"Iya, Ca. Itu memang nasi sungguhan".

Katja dan Prisma pun sama-sama tertawa.

***


"Perut gue mulai penuh nih, Pri."
"Tapi masih ada cukup ruang, kan? Selanjutnya dessert lho. Spesial dipersembahkan buat lo!"

Katja membayangkan sebuah cake. Ah... susah untuk membayangkan suatu penampakan karena yang datang bisa saja sebentuk pempek tapi tahu-tahu tiramisu. Jadi, Katja sama sekali tidak bisa membayangkan suatu bentuk makanan.

Dessert yang datang ternyata secangkir teh. Katja berpikir apakah ini teh berkedok red velvet, bukan diminum tapi digigit, entahlah. Baru pertama kali Katja merasakan kejutan yang benar-benar tidak bisa ditebak.
Teh itu disajikan pada sebuah cangkir, bening, lengkap dengan tatakannya. Biasa saja, tidak ada asap yang meliuk-liuk menggoda untuk minta diminum. Yang tidak biasa, pegangan cangkirnya ada dua seperti mangkuk sup.

"Kirain minumnya air putih saja, Pri, seperti kata lo biar nggak mengontaminasi rasa di lidah."
"Ya... diselingi panas teh boleh juga dong. Eh kok panas sih... dingin, eh panas, eh... apa dingin, ya?"

Dahi Katja berkerut, sudah jelas-jelas tehnya pasti panas, bahkan mungkin hangat, seperti yang terasa di kulit-kulit jarinya yang menangkup cangkir itu.
Katja memegang cangkir dengan kedua tangan yang bertengger di pegangan. Baru saja ia akan menyeruput, Prisma menyela,

"Ca, coba minum yang bagian kanan dulu deh."
"Kanan lo apa gue?"
"Kanan lo", Prisma memutar bola matanya, menyadari temannya yang satu itu masih saja bingung orientasi kanan dan kiri.

Menurutlah Katja, ia seruput pelan...

Ternyata teh itu masih cukup panas, "Panas ya, Pri. Gue kira udah mulai hangat gitu."
"Sekarang coba yang kiri", ajak Prisma.

Ketika Katja mendekatkan bibirnya pada sisi cangkir sebelah kiri, terasa udara yang begitu sejuk di sekitarnya. Seketika Katja menyeruput, sejuknya air teh memuaskan dahaganya. Bagian kiri itu dingin, seperti es teh.
Katja memejamkan matanya sambil tersenyum lebar seakan ditipu berkali-kali oleh penampilan suatu hidangan. Bergantian Katja seruput kanan-kiri, kiri-kanan, diselingi tawa geli menertawai diri sendiri.

"Kok bisa gini sih, Pri?"
***

Selesai menikmati teh yang mungkin menjadi inspirasi seorang penyanyi yang membuat lagu berjudul Hot and Cold, Katja tidak henti-hentinya beberapa kali seperti termenung dan menggeleng-gelengkan kepala.

"Baru kali ini gue makan, tapi... aneh gitu rasanya. Apa yang gue lihat sama yang gue rasa itu... apa ya? Beyond expectation."

Prisma hanya tersenyum menanggapi ketakjuban Katja, yang kemudian telah datang satu menu terakhir ke atas meja.

Sebuah piring kecil berbentuk daun, warna hijau tua, bening, di atasnya tersimpan manis sebuah... cherry. Katja berbinar-binar melihat presentasi makanan yang entah akan memberikan kejutan seperti apa.

"Cantik banget, Pri. Boleh gue foto dulu nggak, sih? Haha...", Prisma mengangguk memperbolehkan, "Sayang makannya, Pri!"
"Terus... mau lo pantengin aja gitu, Ca?"
"Makannya harus gimana, nih?"
"Ya seperti lo makan cherry aja gimana"

Lalu, Katja ambillah tangkai cherry itu, menikmati warna merah gelap namun mengkilap dari cherry di hadapannya, dan memakannya bulat-bulat. 

Saat Katja mengunyah cherry itu, ia kembali memejamkan mata, menopang wajahnya dengan tangan satunya, menarik udara sedalam-dalamnya, melepaskannya lagi, dan tersenyum bahagia,

"Black forest, Pri...", Katja berkaca-kaca, "Enak... banget."

"Karena gue tahu reaksi lo akan sedrama ini, nih... jatah gue khusus gue persembahkan buat lo, Katja", Katja pun menyambut dengan sangat bahagia pemberian Prisma.

"Pri. Kalau boleh bungkus, gue bungkus deh. Sama piring daunnya juga."

***
"Makasih ya, Pri. Makasih banget."

"Sama-sama, Ca. Gimana, senang?"

"Kayak yang gue bilang tadi, Pri. Semuanya di luar dugaan. Orang kasih kado aja kadang masih bisa kita tebak isinya apa, ini nggak sama sekali. Gue semula sempat pesimis gitu, porsinya dikit, harga selangit, makanannya bisa dibeli di mana-mana pula. Tapi... kali ini... semuanya setimpal, Pri."

"Itu tuh Ca... harga sebuah pengalaman, kualitas! Apa yang lo makan tadi, selain enak, nilai gizinya sudah diperhitungkan sekali, belum dari segi higienisnya. Dan ingat, lo menikmati hidangan hasil teknik molecular gastronomy, sebuah karya rasa yang bentuknya nggak seperti penampakannya, ada unsur kejutannya, kan? Iya, nggak?"

"Iya, Tuan PR, Anda benar. Boleh lho lain waktu ajak saya mengalami sensasi itu lagi. SUUUR-PRIIISE!", Katja mengangkat kedua tangannya dan menyeringai selebar-lebarnya.

"Ok... sekarang perut sudah kenyang, mau ke mana lagi kita?"

"Hmmm... tadi gue sudah asik makan di library room, tapi sayang buku-bukunya bohongan. Jadi, boleh antar gue ke tempat buku-buku sungguhan sekarang?"

"Siap, Nona! Tuan PR siap mengantar!" [*]



28-29 Mei 2015
mulai dari meja makan-PVJ-berakhir di kamar pukul 20.45


Dunia Prisma nggak mungkin tercipta tanpa sumber-sumberl ini. Terima kasih banyak! :D



Comments