#30dayswritingchallenge - day 1: describe your personality

"Masih pemalu?", tanya ia.

"Masih, tapi sudah tidak ikut-ikutan teman TK kita yang diam seribu bahasa, ingat? Kau tahu kan, untuk makan enak, kau perlu bertanya berapa harganya, bukan hanya diam."

Ia tertawa, "Kenapa dulu mesti ikut-ikutan teman, ya?"

Kami terdiam dengan memori masing-masing. Aku menoleh padanya, ia mendongak, tahu-tahu kami sama-sama mengulurkan tangan, minta disalami.

"Bercanda kamu! Masih tahu-tahu minta salaman ke orang?"

"Orang terdekat. Kebiasaan ini terlalu random dilakukan pada orang yang tidak dikenal."

"Random itu apa?", dahinya berkenyit.

"Random itu absurd, hmmm... maksudku, yah kau tahu, aneh?"

Ia tertunduk, "Seperti yang suka dibilang orang-orang padaku... eh kau, maksudnya...", ia menunjuk dirinya dan diriku juga, "kalau kita aneh", suaranya memelas pada kata terakhir.

"Semua orang itu aneh, lho!"

"Maksudnya?"

"Coba deh, ada orang yang tidak suka es krim cokelat!"

"Hah? Es krim cokelat itu enak sekali! Masa ada orang yang nggak suka, aneh!", ia terkejut sendiri, menyengir padaku, "Masih penakut?", matanya menatapku lekat-lekat.

"Aku tak bisa menyetir, tak bisa berenang, tak bisa bersepeda. Kau tahu tidak, sih? Ku sering berpikir kalau kiamat benar-benar terjadi, kita orang pertama yang mati."

"Hiii..." badannya bergoyang seperti uget-uget.

"Tapi, aku berani berlibur sendiri keluar kota. Kota yang belum pernah kukunjungi. Kalau dipikir-pikir, gila juga , nekat! Pergi sendiri menyenangkan, tapi butuh teman ngobrol juga ternyata."

"Waw! Pergi nggak ditemani bapak dan ibu?"

Aku menggeleng, tersenyum bangga, mulutnya menganga tak percaya.

"Doraemon akhirnya bagaimana?"

"Doraemon masih ada dan Nobita tetap kelas lima."

"Kita masih suka nonton?"

"Terkadang masih", aku mengelus rambut pendeknya, "dari tadi kau terus yang bertanya, giliranku sekarang. Bagaimana kau melihatku?"

Ia memandangku, membelai pipiku, menyentuh bajuku, seperti harus benar-benar merasa.

"Kamu... senang, kan?"

"Aku merindukanmu---kehidupan kita dulu. Meskipun sudah berani pergi-pergi tanpa ditemani bapak ibu, aku masih kau, kita... masih penakut. Terlalu penakut."

Air mataku disekanya, tangan mungilnya melingkar di leherku, kepalanya bertumpu, ia berbisik,

"Hei, ini hari ulang tahun kita, makan es krim, yuk!"

Aku tersenyum, menggandeng tangannya berjalan bersama. Selamat ulang tahun, kita!

*

Bandung, 12 September 2020

Comments