Memang uang itu dari daun apa?
Kata-kata mamaknya di ujung telepon masih terngiang di telinga Anto.
Dia melihat daun-daun berserakan di halaman depan kosan, bibi kos belum menyapunya hari ini. Bosan barangkali, begitu disapu - bersih - kemudian berjatuhan lagi. Sehelai, dua helai, kemudian wuuush~ lewat angin kencang dan menumpuk kembali.
Tak ada sehelai daun gugur melainkan atas kehendak-Nya.
Sebuah kalimat mutiara dari lembar pertama skripsi yang menjadi acuan tugas akhir Anto. Ya, dan entah kapan skripsinya bisa kelar, mungkin kehendak-Nya belum turun selayaknya daun-daun berserakan itu.
*
Bu Burhan berjalan ke teras belakang. Di sanalah suaminya masih betah merawat bonsai serta kaktus-katus kesayangan Pak Burhan.
Pak Burhan dengan gunting kecil ditemani kacamata yang sedikit merosot pada hidung jambunya begitu hati-hati memotong gulma-gulma yang berani menganggu tanaman kesayangannya.
"Pak!", seruan yang tidak diniatkan Bu Burhan sehingga teman hidupnya itu nyaris menggunting kulitnya sendiri. Pak Burhan terusik, membuat kacamatanya tergantung sempurna pada tali temali di belakang lehernya. Raut mukanya jelas sekali berkata Apa tho, Bu.
"Mahasiswamu itu lho, Pak. Bimbingan", kata Bu Burhan sambil lalu.
"Duh! Siapa sih", gerutu Pak Burhan yang terpaksa meninggalkan kesayangan-kesayangannya.
*
"Assalammualaikum, Pak", sapa Anto mengangguk kikuk.
Pak Burhan mendengus, "Walaikumsalam, you tho".
Sungguh jawaban Pak Burhan sangat mengukuhkan statusnya sebagai warga Jakarta Selatan.
"You kalau mau bimbingan, mbok ya kabari dulu!"
Anto menggeleng kikuk lagi.
"Saya ke sini mau kasih ini, Pak", Anto mengangkat kantong plastik kecil yang dibawanya, "Saya perhatikan tiap bimbingan di rumah Bapak, tampak Bapak senang tanam-tanaman".
Air muka Pak Burhan kelihatan lebih tenang.
"Wah... wah... wah... you ini! Bawa apa ini?", tanya Pak Burhan tertarik, melihat isi kresek berisi pot kecil dengan tanah tanpa adanya hijau-hijau daun atau cokelat-cokelat batang.
"Ehm", Anto menundukkan kepala, "Anu Pak... itu sudah saya tanamkan selembar uang sepuluh ribu, saya pupuk dan saya semprotkan air tiap pagi-malam, saya jemur tiap pagi juga, semoga... berkembang jadi pohon uang, Pak".
Perlahan Pak Burhan mencerna kata-kata yang keluar dari mulut Anto, meringsek kresek berisi pot, siap-siap bak atlet tolak peluru. Anto beranjak dari sofa, perlahan melindungi kepala dan cepat-cepat keluar rumah Pak Burhan.
"JUUUAN... CUK!"
Anto lari terbirit-birit.
TAMAT
26-27 Juni 2019, Bandung
11.15
Comments