Cerita ke Malang (1)

Kali ini saya mau cerita tentang liburan yang baru-baru ini saya jalanin. Yap, pilihan kotanya adalah Malang. Kenapa Malang? Nggak tahu juga. Mungkin karena belum pernah sama sekali ke sana, dengar atau baca atau nonton tentang wisata-wisata di Malang, terus jadi kepengen.

Sebenarnya liburan ini direncanakan pas Juli kemarin habis Lebaran, bareng teman kuliah saya (sebut saja namanya Dani), tapi batal karena suatu hal, terus susah lagi cari waktu buat cuti bareng sedangkan masa cuti saya sudah mau habis, jadilah diputuskan saya liburan sendiri akhir September kemarin. Berhubung rasanya udah jenuh maksimal, baik di kantor maupun rumah, jadi tahu-tahu suatu siang habis gajian, belilah tiket kereta. Karena kalau nggak gitu, mungkin akhirnya nggak jadi-jadi juga, ha!

Sempat was-was juga, karena dekat-dekat hari H, saya malah sakit. Flu berat sama sakit mata (bok! mata), tapi pada akhirnya datang jugalah hari itu dan berangsur saya pun sembuh, fuh!

Saya berangkat naik kereta pukul 15.45 dari Bandung. Pertama kalinya merasakan perjalanan selama enam belas jam, yang biasanya ke Yogya cuman 8 jam. ini dua kalinya. Ya... lumayanlah... pantat panas, punggung luar biasa mendambakan kasur.




Sesampainya di Malang paginya, saya baru bisa check in hotel pukul dua belas siang. Jadinya, begitu sampai Stasiun Malang, naik becak ke hotel buat menitipkan tas ransel dulu, baru deh jalan-jalan.

Berhubung hotel tempat saya menginap seberangnya adalah Alun-Alun Malang, jadi... melipirlah saya ke sana, menghabiskan waktu buat nunggu tempat tujuan selanjutnya buka.


Alun-alun-nya luaaaas dan nggak bau kaki, haha! Banyak spot buat duduk-duduk, ada area buat anak-anak bermain juga, ada pula air mancur, enak buat jalan atau lari-lari, enak juga buat gelar tikar sambil piknik di rerumputannya, dan syukurnya cukup bersih. Banyak juga burung merpati beterbangan di sini dilengkapi sama rumah-rumahnya yang bertengger di atas. Untung sih nggak kejatuhan kotorannya ya, haha! Menyenangkan sih, alternatif liburan gratis.

Dekat alun-alun juga berjejer masjid agung serta gereja yang berdampingan, dekat kantor pos, dekat mall dan pertokoan juga, ya... layaknya pusat kotalah ya.

Setelah leyeh-leyeh melepaskan pegal-pegal, akhirnya saya beranjak buat pergi ke Museum Brawijaya. Liburan ke Malang itu, tempat yang ingin saya kunjungi memang museumnya, tapi museum-museum yang bagus dan cukup heets memang adanya di kota Batu, dan saya memang nggak mengalokasikan dana serta waktu buat ke sana karena rasanya Batu sebaiknya dijadikan destinasi khusus kalau ke Malang (lagi, nanti-nanti, semoga).



Museum Brawijaya itu terletak di lokasi militer memang, karena isinya pun tentang sejarah perjuangan. Berisi potongan-potongan surat kabar pas zaman kemerdekaan, patung-patung tentara berseragam, replika kendaraan atau senjata yang digunakan pas masa itu, dlsb. Sayangnya, memang agak krik krik dan... horror karena sepi juga kurang terawat aja ruangan dan benda-benda museumnya.
Pas saya datang ke sana pun tempat loket tiket kosong dan nggak ada tanda-tanda petugas/komandan yang jaga. Alhasil, saya malah masuk dulu ke ruangan pamerannya, baru setelah selesai, datang salah satu komandan perempuan, bayar tiket masuk dan ngobrol sebentar, terus sudah deh... kelar.

Ada satu museum lagi yang ingin saya kunjungin, yaitu Malang Tempo Doeloe, tapi berdasarkan googling, museum ini sudah tutup permanen. Dari ngobrol-ngobrol sama komandan di tempat loket tiket Brawijaya juga ternyata museum ini sudah dipindahkan keluar kota. Ya sudah~~ saatnya ngisi perut dengan datang ke...

Depot Hok Lay sejak 1930

Apalah artinya traveling kalau kita nggak nyobain kuliner kota itu. Jadi kuliner memang jadi salah satu hal yang saya cari referensinya jauh-jauh hari, haha! Dan Hok Lay ini masuk daftar kuliner wajib kalau ke Malang.

selayaknya tempat-tempat lumpia semarang

Menu yang saya pesan adalah Lumpia Semarang dan Es Fosco. Apa itu fosco? Campuran susu, krim, cokelat, dan entah apa lagi yang saya nggak ngerti, rasanya? Enak, seperti milkshake abang-abang kaki lima, tapi ya... beda pasti. Khas ditempati di botol Coca Cola yang memang sudah dari dulu cirinya begitu. Kalau tanya apa ada rasa sodanya? Nggak sama sekali.



Lumpianya... saya sebut lumpia setengah basah setengah goreng. Kalau biasanya lumpia semarang suka ada pilihan mau yang basah/goreng, di sini tidak ada pilihan dua itu. Jadi, menurut saya tampilan luarnya sih goreng ya, tapi pas dimakan, sensasinya kayak lumpia basah. Isinya wortel, kol, rebung, (mungkin) ayam, lengkap dengan acar, rawit, dan sambalnya. Enak!

Karena pukul 12 itu belum kunjung datang juga, akhirnya saya nongkrong lagi di Alun-Alun dan dari situ baru teringat kalau ada satu minuman yang pengen dicobain juga. Lokasinya nggak jauh dari Hok Lay tadi.

es tawon Kidul Dalem seharga tujuh ribu rupiah saja!

Es Tawon Kidul Dalem, kenapa namanya es tawon? Konon, dulu di daerah Kidul Dalem ini banyak tawonnya, jadi aja... tapi bisa jadi dalam minuman ini ada campuran madunya, mungkin. Jadi isi minuman ini ada kacang hijau, cincau, cendol, tape, pakai es serut dan sirup. Rasanya haaaah~~ enak, bikin adem, dan manisnya cukup, nggak giung.

Setelah akhirnya bisa check in hotel, hari itu saya habiskan buat mandi, tidur karena sore-sore Malang diguyur hujan deras. Malamnya, saya makan di foodcourt seberang dan balik lagi hotel buat siap-siap dijemput tengah malamnya.  Dijemput buat ke mana?

Tunggu cerita selanjutnya minggu depan ya! :D


1 Oktober 2017
14.15
di rumah

Comments