Habit #4

Zaman serba canggih sekarang, rata-rata orang menyimpan memori lewat media sosial, foto... video... Semua orang bisa lihat, dari keluarga, teman, sampai orang asing (ini yang bikin ngeri karena nggak semua orang di luar sana niatnya baik).

Berhubung zaman dulu belum ada yang namanya Instagram, Path, Facebook, jadilah yang namanya foto sering dicetak jadi lembaran dan dimasukkin ke album foto (mau itu album yang udah sepaket sama biaya cetak foto ataupun kita beli khusus album foto buat menyimpan gambar-gambar kenangan itu).

Hal itulah yang telaten Bapak lakukan dulu. Saya ingat, biasanya setiap weekend Bapak pergi ke Jonas buat beli album. Favoritnya album dengan latar warna hitam, kalau putih cepat kotor, nggak enak dilihatnya, katanya.

Bapak punya album foto-foto dari waktu proses lamaran sampai menikah sama ibu. Dari Mas Maulana, Mbak Asih, dan aku lahir. Foto-foto masa kecil anak-anaknya, foto-foto kita liburan, ulang tahun, sampai hal-hal yang menyangkut pekerjaannya, dinas ke sana ke mari.
Biasanya tiap sisi album, pasti dikasih keterangan sama Bapak, misalnya Asih, Isma: Mei - Juli 1992 (ditulis pakai marker yang warna emas/perak itu). Di lembar pertama album, biasanya Bapak kasih keterangan momen-momen yang ada di album itu. Semisal album kelahiran anak-anaknya, isi keterangannya nama lengkap, tanggal lahir, proses lahirnya gimana, jam berapa, berat-tinggi badan pas lahir, ah... seperti itulah...

Kebiasaan ini kayaknya berhenti pas saya masuk SMA, Bapak juga udah sibuk Jakarta-Bandung. Oh ya, foto-foto itu diambil masih pakai tustel. Kamera yang bentuknya mirip-mirip handycam yang gede-gede itu, pakai roll film pula. Bersejarah sekali lah tustel itu, udah rusak sekarang. Heu euh yang rusakin juga saya, hahahah (antara geli sama geuleuh).

Makasih ya Pak buat ketelatenannya. Makasih udah bikin aku ngerasain punya Bapak selama 19 tahun. Mudah-mudahan aku bisa meneruskan kebiasaan ini :)
tustel pensiun-album-album foto di lemari-aku & bapak (Juni '92)

Comments