a week ago

Pukul 09.00 tepat, ia menepuk bahuku dan berkata,
"Ayo... sekarang saja, biar cepat".

Sebenarnya, aku masih asyik membaca novel, tapi alasan sebenar-benarnya... masih ada rasa tidak rela.
Harus, ya sekarang?
Alih-alih protes, kuturuti ajakannya. Ya, menempuh jarak 30 km ke kota itu, menatap pemandangan jalan tol yang monoton. Aku tak bisa meredam campur aduknya perasaan: marah, sedih, jengkel. Batinku terus mengulang kata-kata,
Kok gitu?
Nggak bisa apa semuanya dijalani pelan-pelan?
Kok gitu, sih?

dan kok begini kok begitu lainnya.

Sampai, dan kami bergegas membereskan segala sesuatunya. Hidungku terusik dengan debu-debu di ruangan. Sedikit tersenyum sinis dan membatin lagi,
Rasain kamu hei, penghuni baru! selamat bersin-bersin

Setiap berpikir selesai, ada saja barang yang tertinggal di sudut-sudut tertentu. Saat semuanya sudah dibawa, untuk terakhir kali aku mengecek semuanya lagi. Sampai aku sadar... pintu kamar mandi tertutup dan kucoba buka tapi tak bisa terbuka, "Semua yang ada di kamar mandi sudah terbawa?", tanyaku padanya.
Sudah, jawabnya. Aku tersenyum puas, "Kau tahu tidak? Pintu ini rusak, tidak bisa dibuka lho...".
Ia agak sedikit panik, "Ha? terus gimana dong kalau tidak bisa dibuka lagi?"

Aku hanya mengangkat kedua bahu, "Urusan penghuni baru", dan menyunggingkan senyuman terlebar. Saat ia keluar, aku mengelus pintu kamar mandi dan berbisik, nice job, terima kasih!

Kini, tiba saatnya untuk pergi. Aku menatap seisi ruangan itu, tersenyum. Ruang yang bicara banyak, saat aku sakit, saat senang, saat marah, saat sedih, atau saat-saat aku tak menyadari apa yang sedang terjadi.

Selamat tinggal kamar kos-ku, semoga penghuni barumu lebih rajin membereskanmu. Tetap jaga ceritaku dalam diammu :).

"Membersihkan barang-barang di tempat kos yang akan kamu tinggalkan itu mudah, yang sukar membersihkan kenangannya --reminder" (Sudjiwo Tedjo)

Comments