Ong Hok Ham


Oke, kali ini saya akan menuliskan sedikit biografi dari Onghokham atau Ong Hok Ham *sama aja, hanya masalah penulisan nama cina aja..

Onghokham lahir di Surabaya, 1 Mei 1933. Generasi keempat dari klan Ong di Indonesia. Keluarganya memang minat banget dengan pendidikan Belanda, makannya Onghokham masuk ke sekolah HBS (Hollandsche Burgerlijke School) yang diperuntukkan bagi orang-orang elite saat itu. Di rumahnya pun, panggilan nama anggota keluarga bukan dengan nama Tionghoa, tapi pake nama Belanda, Onghokham sendiri dipanggil Hans oleh keluarganya. Latar belakang keluarga Ong juga cukup terhormat saat itu dikarenakan adanya klan Tan-Han dari pihak ibunya.

Ketertarikan Ong pada sejarah emang udah tumbuh dari dia masih sekolah di HBS, minat itu juga didorong oleh seorang guru sejarahnya yang bernama Bruder Rosario. Rasario meminta murid-muridnya agar menjadi warga negara yang baik. Makannya, Onghokham punya rasa keinginan yang besar menjadi WNI.

Pada akhir tahun 1940an, kekuasaan Belanda sudah nggak sebesar sebelumnya, makannya banyak keluarga besar Ong yang pindah ke Belanda/Amerika/Cina.
Tapi, Ong dan keluarganya sendiri menetap di Indonesia, dan keinginan Ong menjadi WNI semakin kuat.Tapi gimana mau jadi WNI? Orang bahasa sehari2nya pun Belanda,Perancis, Inggris, dan Jawa. Onghokham nggak fasih berbahasa indonesia. Makannya, waktu dia sudah lulus dari HBS, Ong pindah ke Bandung untuk mengulang satu tahun masa SMA-nya dan pada masa itulah Ong menikmati banget kehidupannya yang untuk pertama kalinya berbaur bersama orang indonesia.

Kecintaannya pada sejarah ternyata nggak membuat Ong untuk mengambil jurusan sejarah saat dia masuk UI. Hal tersebut dikarenakan pada waktu itu jurusan yang bergengsi cuma ada dua, yaitu kedokteran dan hukum. Dan akhirnya, Ong memilih Hukum, kenapa hukum? Karena dianggap bisa menghasilkan duit yang menyokong bisnis keluarga, nah... sedangkan untuk jadi dokter, nggak ada seorang pun yang bisa ngebayangin seorang Onghokham jadi dokter, *hihihi.. watir ya. Keputusan ngambil hukum itu didukung juga dengan keinginan Ong yang pengen jadi diplomat. Lagian waktu jaman itu aneh aja kalau orang mau belajar sejarah indonesia. Sejarah? Indonesia? Apa yang mau dibahas? *waktu itu lho yaa..Semasa jadi mahasiswa, Ong dikenal sebagai mahasiswa yang ’nyentrik’ kutubuku tapi gaol sama semua kalangan, nggak hanya etnis tertentu saja , dan pemerhati politik+sejarah indonesia. Makannya, teman2 dia berpendapat bahwa Ong itu lebih WNI dari WNI yang bisanya cuma ngaku ’warga indonesia’ aja tanpa tahu apa2.


Karena kerajinannya dan minatnya yang tetap tinggi sama sejarah, Ong ditunjuk jadi salah satu asisten seorang peneliti bernama Skinner*sounds familiar ya?* Tapi bukan.. bukan Skinner ntuh, ini G. William Skinner antropolog Amerika yang minat untuk meneliti Tionghoa perantauan. Kenapa Ong yang dipilih? Ya, karena dia termasuk golongan elite tionghoa peranakan saat itu dan juga fasih bahasa belanda yang diperluin banget untuk literatur2. Hasil penelitian Skinner tentang tionghoa nggak pernah dibukukan secara khusus.


Ong gabung menjadi penulis artikel di Star Weekly melalui perantaraan temannya, Frits Tan, yang sama-sama suka berkunjung ke tempat Auwjong Peng Koen *pemimpin Star Weekly* buat beresin sama nata2 buku-bukunya. Karena pada akhirnya Auwjong juga tahu kalo Ong pernah melakukan riset ttg tionghoa peranakan di jawa bareng Skinner, dimintalah ia untuk menuliskan artikel2 tionghoa peranakan itu di Star Weekly edisi Imlek. Itulah cikal bakal sejarawan yg karirnya gemilang, Ong Hok Ham.
Star Weekly juga jadi media untuk memperjuangkan proses asimilasi tionghoa peranakan dengan Indonesia. Ong dikenal sebagai salah satu tokoh yang ikut nandatanganin Piagam Asimilasi. Tapi, lama-lama Ong sendiri mengundurkan diri jadi aktivis dan hanya jadi pengamat dan peniliti aja. Pada perkembangannya pun, Star Weekly dilarang terbit lagi.

Pada tahun 60an, Ong kembali aktif di kampus dan memutuskan untuk pindah jurusan ke jurusan Sejarah.

Tulisan2 Ong banyak dimuat di harian Kompas pada akhirnya, dan Ong juga berperan sebagai dosen di Jurusan Sejarah di UI. Ong meninggal dunia tanggal 30 Agustus 2007 silam...

Ong dikenal akan ke-hedonisme-annya... terutama sama makanan. Ditulis oleh editor di buku itu kalau Ong selalu mengupahi mahasiswanya dengan makanan yang dimasaknya sendiri, bukan sama uang *enak juga ya punya dosen kayak gitu, heuheu :p*


~credit: Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa (Kata Pengantar oleh David Reeve)


listening to HardRock FM with the rainy night outside ;)

Comments

sagarmathaz said…
kok bisa baca buku kya gitu,,, eh ternyata ngedenger dari radio to
ismailia jenie said…
buku eta jen... urang posting ieu sambil dengerin radio, kitu...
teuing tah kunanon -_______-a