menelusuri tionghoa peranakan

saya juga beli satu buku sejarah karangan Onghokham, yang judulnya Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa... heran, saya baca buku sejarah? sama saya juga.. haha :))

dasarnya saya emang tertarik dengan hal-hal yang berbau Tionghoa/Cina/Pecinan atau apapun sebutan orang.. ketertarikan saya ini bermula hanya karena saya suka warna merah... yah dan warna ini banyak dipakai oleh orang-orang Tionghoa. Selain itu, saya juga suka heran sendiri kenapa orang-orang keturunan Cina yang di buku itu disebut dengan Tionghoa Peranakan suka didiskriminasikan. Fenomena itu *ceileh* saya lihat di sekolah saya dulu, di kampus, sampai di keluarga saya, yang kalau sudah ngomongin orang 'cina' udah deh... sentimen aje gile...

Kadang saya suka nggak enak sendiri, karena saya punya teman keturunan tionghoa, guru2 saya juga banyak yang turunan tionghoa... dan entah ya, mungkin beda sama keluarga saya, masalahnya orang2 keturunan tionghoa yg saya kenal baik-baik dan punya pengaruh besar buat saya, jadi yaa... itu yang kadang buat saya penasaran, kenapa kaum mereka jadi minoritas dan cenderung terima diskriminasi?

dan.. di buku itu ada semuaaaa jawaban dari pertanyaan2 saya... dan saya betah banget baca itu buku... Sebenarnya, buku itu adalah kumpulan artikel2 yang ditulis oleh Onghokham di terbitan Star Weekly. Tulisan-tulisan ttg seluk beluk tionghoa peranakan di jawa itu dimuat dalam edisi Star Weekly edisi Sintjhia (Imlek).

yah.. intinya sih adanya minoritas itu dikarenakan sistem kolonialisme yang diterapkan di Hindia Belanda saat itu, adanya kebijakan passenstelsel (sistem pass jalan) dan wijkenstelsel (sistem perkampungan berdasarkan etnis2). Minoritas itu sendiri tercipta karena sistem ekonomi, politik, pendidikan, juga hukum yang memang dibeda-bedakan.
Saat itu, orang tionghoa peranakan dianggap punya pegangan yg mengarah ke Tiongkok (negeri Cina di sana), padahal waktu itu Tiongkok sama sekali nggak naruh perhatian pada warga Tionghoa di luar Tiongkok. Padahal, kalau ditilik2 orang2 tionghoa peranakan itu sudah melebur bersama masyarakat indonesia, malah banyak juga yg nggak tahu ttg ke'tionghoa'an sendiri...
Pokoknya di buku itu dijelaskan satu2 mengenai sistem-sistem yg pada akhirnya menciptakan minoritas di kalangan tionghoa peranakan.

Ada dua hal yang pengen saya share disini:
Yang pertama, ttg 3 klan (she) tionghoa yg paling punya pengaruh di Jawa saat itu, yaitu klan Han, The, dan Tjoa... yg pengen saya ceritain itu ttg klan Han..
Klan Han terkenal karena keturunan2nya banyak yang jadi opsir-opsir di Jawa Timur, nah... alkisah.. ada seorang Han pertama yang datang di Jawa (Lasem), namanya Han Siong (1673-1743). Karena Han Siong ini imigran, pastilah miskin dan harus kerja keras untuk mendapatkan prestise di masyarakat, tapi ternyata hal itu gagal dicapai olehnya... sampai akhir hayatnya pun, Han Siong hanya meninggalkan warisan yang sedikit. Untuk membiayai uang pemakaman ayahnya, anak-anak Han Siong ini pilih jalan tikus dengan berjudi yang malahan kalah dan uangnya jadi bablas semua. Alhasil sang ayah hanya dimasukkan ke karung dan dikubur gitu aja di tanah. Nah... katanya Han Siong ini datang ke mimpi anak-anaknya dan marah, mengutuk bahwa nggak boleh ada satu pun keturunannya yang menetap di Lasem, kalau nggak mau dapat malapetaka. Itulah kenapa nggak akan ada klan Han di Lasem, karena kalau sampai ada terbuktilah kutukan itu... begitu katanya, menarik ya? ihiy saya bacanya sampai gimanaaa gitu :D

Hal kedua yang mau saya share.. itu tentang gimana hematnya orang tionghoa peranakan. ya, itu ajaran dari leluhurnya yang notabene adalah seorang imigran pada awalnya yang miskin banget yg menjadikan hidup mereka serba hemat. Bahkan ketika mereka dah jadi kaya pun, sifat-sifat hemat itu masih ada. Tapi.. jangan salah.. memang tipikal orang tionghoa peranakan itu hemat, tapi.. kalau udah urusan pemakaman bisa boros seboros-borosnya... ada satu cuplikan lucu di buku itu...
pada penguburan Majoor The Goan Tjing, dalam testamennya (macem surat wasiat) ada pesan begini:

'Papa pesen pada anak-anak, dalem segala perkara djangan pake ongkos lebi banjak dari apa jang paling perloe sadja; kaloewarkenlah sadja ongkos jang patoet, maski sedikit, itoe jang paling baek'

padahal ongkos untuk mengubur beliau itu mencapai 100.00 gulden, aheuummmm 6-____-
yah begitulah secuil artikel2 yg terkumpul dalam buku ini, kalau tertarik beli aja, atau boleh pinjem ke saya, hehehhe.. :)



ini rumah Goenoeng Sarie yg pada akhirnya jadi Klenteng Sinthiong (Sentiong)

dari hal2 kayak gini semuanya berawal :D

~~~~pengen jalan2 ke kota tua jadinyaaa... :D

next postingan, saya bakal nulis sedikit ttg Ong Hok Ham itu sendiri, hehe ;D

ok... night all.. jangan mimpi ya, karena mimpi itu bikin tidur nggak nyenyak :D
hoaahhhh :@


Comments

Chisna Aisha said…
Halo Jenie, nice post..
Wah kmu beda sekali berarti ya sama aku, Jen.. entah kenapa ak punya penilaian yang kurang baik dengan 'mereka', mungkin ada alasan subjektif yang bikin aku kaya gitu.. hehehehe, Anyway thanks ya sudah membuka mata ini lebar2.. :D

visit my blog juga ya :D
ismailia jenie said…
wah... sama2 chis, senang kalau bisa ngebuka cara pandang yg lain, hehe...
aku juga punya pemikiran yg 'beda' itu karena pengalaman subjektif juga kok.. heuheu

aku suka baca blog kamu, ncis.. cuman emang ndak komen aja, hehe... ntar deh aku komen2in ya :D
nana said…
jen,, jen...
hayuu kita ke kota tuaa...:)